Marshall
McLuhan mengkonseptualisasikan “global village” yang dimaknai sebagai sebuah
proses homogenisasi jagat sebagai akibat dari kesuksesan system komunikasi
secara keseluruhan. Saat ini, betapa mudahnya orang melakukan komunikasi jarak
jauh, tidak hanya antarkota melainkan antarnegara yang lokasinya sangat
berjauhan. Bahkan, saat ini tidak jarang para petinggi negara mengadakan
pertemuan dengan staf pembantunya (misalnya menteri) melalui teleconference
atau konferensi jarak jauh dengan maksud untuk memantau keadaan atau situasi
dalam negeri, baik keadaan politik maupun ekonomi, dan sebagainya. Demikian
pula, komunikasi dapat dilakukan melalui media internet yang dalam waktu yang
relatif singkat, dapat diperoleh informasi atau berita-berita aktual yang
terjadi di belahan penjuru dunia ini. Itulah gambaran kehidupan saat ini,
kehidupan yang serba menglobal dalam berbagai aspek atau dimensi kehidupan
manusia. Inilah yang disebut dengan globalisasi (globalization).
Secara
etimologis, globalisasi berasal dari kata “globe” yang berarti bola dunia,
sedangkan akhiran sasi mengandung makna sebuah “proses” atau keadaan yang
sedang berjalan atau terjadi saat ini. Jadi, secara etimologis, globalisasi
mengandung pengertian sebuah proses mendunia yang tengah terjadi saat ini
menyangkut berbagai bidang dan aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan
negara-negara di dunia. Di Perancis, globalisasi dikenal dengan istilah
mondialisation. Sementara di Jerman dikenal dengan sebutan istilah
globaliserung. Secara konsep memang berbeda, namun pada dasarnya mengandung
pengertian yang tidak berbeda, yakni proses yang mendunia dalam berbagai bidang dan aspek kehidupan
negera dan bangsa di penjuru dunia ini.
Alwi Dahlan
(1996) mengetengahkan makna globalisasi yang didekati dari dua pemaknaan, yaitu
: pertama, globalisasi diartikan sebagai sebuah proses meluas atau mendunianya
kebudayaan manusia, karena difasilitasi mendia komunikasi dan informasi yang
mendukung kearah perluasan kebudayaan itu.
Dalam konteks ini globalisasi merupakan proses meluasnya jangkauan
wilayah budaya atau nilai budaya masyarakat yang menjadi milik seluruh bangsa
dan negara. Lebih lanjut ditegaskan, bahwa globalisasi pada intinya
mengembangkan perusahaan global yang dapat masuk ke mana-mana dan tidak akan
terhambat oleh kekuasaan negara bangsa yang akan berakhir; perusahaan lebih
kenyal dan efisien daripada negara, dan karena itu lebih lincah mengglobal.
Yang kecil lebih kenyal dan lincah dibandingkan yang besar, karena itu
organisasi yang besar akan pecah-pecah, baik dunia usaha maupun negara.
Pemaknaan
kedua, globalisasi diartikan proses menyempitnya ruang gerak budaya manusia.
Tentu saja, kata “sempit” di sini bukan berarti dunia yang mengecil atau
mengkerut, namun jarak atau batas-batas geografis menjadi sesuatu hal yang
tidak berarti, bahkan terasa dekat sekali. Ada istilah yang saat ini dikenal
yaitu electronic proximity, artinya kedekatan elektronik, dimana jarak tak lagi
menjadi hambatan berarti untuk menjalin komunikasi antarwarga di belahan
penjuru dunia ini. Dalam kaitan ini,
Ronald Robertson (1992) mengatakan bahwa globalisasi merujuk pada kenyataan
dunia yang semakin rapat dan cepat-rapat-singkat antarmanusia dari berbagai belahan
dunia.
Lodge (1993)
mengetengahkan pengertian globalisasi yang lebih menekankan kepada dimensi
kedekatan antarnegara bangsa yang didorong oleh informasi, perdagangan, dan
modal, serta dipercepat dengan kemajuan
teknologi. Lebih lanjut ia menegaskan :
“…. a process forced by global
flows of people, information, trade and capital. It ia accelerated by
technology, which is driven by only a few hundred multinational corporations
and may be harmful to the environtment. There in lies the conundrum of wheter
it is wise to leave globalization in the hands of these few corporations, or
might it not make more sense to seek greater involvement from the global
community.”
Berdasarkan
pendapat Lodge di atas, globalisasi merupakan suatu proses untuk meletakkan
dunia di bawah satu unit yang sama tanpa dibatasi oleh batas-batas geografis
sebuah negara. Hal ini berimplikasi kepada keterbukaan antarnegara untuk
dimasuki berbagai informasi yang disalurkan secara berkesinambungan melalui
teknologi komunikasi dan informasi (information technology), seperti internet
atau media elektronik lainnya.
Dari uraian
pendapat beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian globalisasi
adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan
ketergantungan antar bangsa dan antar manusia diseluruh dunia melalui
perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer dan bentuk interaksi yang
lain sehingga batas- batas suatu negara menjadi bias atau semu.
a. Pengertian Warga Global
Siapakah yang
disebut warga negara (global citizen) itu, dan bagaimana karakteristiknya? Ini
pertanyaan penting yang berkait dengan suasana globalisasi yang saat ini sangat
terasa dalam kehidupan kita. Untuk menjawab pertanyaan itu, patut disimak
pendapat yang dikemukakan Korten (1993), bahwa warga negara global adalah warga
negara yang bertanggungjawab untuk memenuhi persyaratan institusional dan
kultural demi kebaikan yang lebih besar bagi masyarakat. Sifat khas seorang
warga negara yang bertanggungjawab terlihat dari komitmennya terhadap
nilai-nilai integratif dan terhadap penerapan aktif kesadaran kritisnya :
kemampuan untuk berpikir mandiri, kritis dan konstruktif, kemampuan untuk
melihat masalah dalam konteks jangka panjang, dan untuk membuat penilaian
berdasarkan suatu komitmen kepada kepentingan masyarakat jangka panjang.
Menurut
Korten, dalam melaksanakan warga negara tersebut terdapat sarana yang
dipergunakan warga negara untuk menetapkan identitas dan pengakuan sah atau
usaha bersama mereka. Sarana tersebut adalah organisasi sukarela yang
menyediakan sistem dukungan organisasi dan sarana untuk menggerakkan
sumberdayanya unutk upaya-upaya yang menuntut lebih dari tindakan individual.
Istilah warga
negara global yang dikemukakan Korten, merupakan istilah yang menunjuk kepada
tingkatan kewarganegaraan. Warga negara global merupakan tingkatan lebih lanjut
dari tingkatan warga negara komunal, dan warga negara nasional. Sementara itu,
menurut pendapat Kanter sebagaimana dikutip Wisnubrata (2001), menyebutkan ada
tiga ciri manusia kelas dunia (world class), yaitu konsep (concept), kompetensi
(competence), dan koneksi (connection).Concept berkaitan dengan kemampuan
mengembangkan pengetahuan dan gagasan-gagasan mutakhir. Sedangkan competence
berkenaan dengan pengembangan kemampuan untuk bekerja secara multidisiplin. Kemudian,
connection berhubungan dengan
pengembangan jaringan sosial (social network) untuk melakukan kerjasama secara
informal.
Selanjutnya,
Wisnubrata (2001) menambahkan dua syarat lagi untuk melengkapi syarat manusia
kelas dunia sebagaimana dikemukakan Kanter. Dua syarat itu adalah kredibilitas
(credibility), dan kepedulian (caring). Kredibilitas berhubungan dengan
integritas : jujur, menjalankan apa yang dikatakan (walk the talk), memegang
teguh janji, berlaku adil, sehingga akan membangun rasa percaya (trust), dan
rasa hormat (respect) dari orang lain. Kemudian kepedulian (caring) yakni peka
dan tanggap terhadap kebutuhan dan keadaan orang lain, memberi yang terbaik
tanpa pamrih, berbagi pengetahuan dan informasi dalam rangka memperkaya wawasan
dan mentalitas (abundant mentality).
Berdasarkan
pengertian warga negara global sebagaimana diketengahkan Korten di atas,
kiranya dapat ditegaskan bahwa warga negara global adalah warga negara dimana
sikap, komitmen, dan tanggung jawabnya mampu melintasi batas-batas budaya
setempat baik lokal maupun nasional kepada budaya masyarakat global.
Singkatnya, warga negara global merupakan waga negara lintas negara, warga
negara lintas kebudayaan antarnegara, atau warga negara lintas kepentingan
secara lebih luas diluar kepentingan individu dan kepentingan institusional
bahkan kepentingan nasional.
Mengapa warga
negara global tersebut ada? Hal ini tidak lepas dari kenyataan adanya
ketergantungan global (global interdependent) antarnegara-bangsa dalam menjalin
hubungan dengan berbagai bangsa-bangsa lain di penjuru dunia ini. Korten
memandang bahwa saling ketergantungan akan menciptakan suatu situasi dimana
negara-negara dan penduduk mempunyai kepentingan yang sah dalam urusan
masing-masing dan mempunyai hak untuk ikut mempengaruhi urusan-urusan yang
melampaui apa yang bisa direstui oleh konsep kedaulatan yang lebih tradisional
(Korten, 1993:263). Berdasarkan pendapat tersebut, warga negara global tidak
bisa dilepaskan dengan ketergantungan global yang di dalamnya negara-bangsa (nation-state)
terlibat dalam berbagai kepentingan mereka masing-masing. Warga negara global menurut Korten, berperan
sangat penting untuk merumuskan menerapkan agenda untuk transformasi sosial. Di
sinilah peranan jiwa kewarganegaraan global (mind of global citizen) dalam
mempertautkan dan mempersatukan rakyat di dunia ini untuk bersama-sama
melakukan transformasi sosial.
Dari uraian
warga negara global sebagaimana dikemukakan Korten, kiranya dapat dipahami
bahwa gagasan warga negara global tersebut berkait erat dengan adanya
ketergantungan yang kuat antarnegara di dunia ini, dan karenanya diperlukan
keterlibatan warga negara dunia untuk menjalin kerjasama dalam berbagai bidang
kehidupan, tanpa memandang perbedaan atau diskriminasi apa pun dari masing-masing
bangsa tersebut.
Agar warga
negara global yang terlibat dalam ketergantungan global tersebut dapat
memainkan perannya dengan baik, maka tentu saja diperlukan sejumlah kemampuan
atau kompetensi yang mendukung ke arah sikap, tindakan, dan perbuatan yang merefleksikan
ciri-ciri warga negara global sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya. Dalam
konteks inilah pendidikan global (global education) sangat berperan untuk
membekali warga negara dengan kompetensi atau kemampuan yang relavan dengan
kebutuhan dan tuntutan kehidupan global tersebut.
b. Dampak Globalisasi
Pada
hakikatnya globalisasi bisa dikatakan pisau bermata dua. Masksud dari istilah
tersebut yaitu globalisasi dapat membawa dampak positif bagi kemajuan suatu
negara ataupun sebaliknya justru dapat merusak tatanan kehidupan suatu negara.
Berikut beberapa dampak positif dan negatif globalisasi terhadap suatu negara :
1). Dampak Positif Globalisasi
a. menambah devisa negara
b. adanya pasar internasional,
c. berkomunikasi menjadi lebih
mudah,
d. mudahnya akses informasi,
e. kita dapat mengikuti pola
pikir yang baik dari bangsa lain, sehingga dapat memajukan bangsa.
2). Dampak Negatif globalisasi
Ø
Bidang Ekonomi
1. Masuknya perusahaan multinasional yang menyisihkan
pengusaha nasional.
2. Sektor ekonomi yang mendapatkan subsidi
semakin ber kurang sehingga koperasi sulit berkembang dan teknologi mendorong
penyingkiran tenaga kerja manusia.
3. Kompetisi kualitas produk dan harga men
dorong turunnya daya saing industri nasional.
Ø
Bidang Politik
1. Lunturnya nilai-nilai gotong royong,
musyawarah, dan kerja sama.
2. Menguatnya nilai-nilai individual,
oposisi, serta kekuatan massa dan modal.
3. Berkembangnya nilai politik Barat, seperti
demonstrasi yang mengabaikan kepentingan umum.
4. Kekuatan politik global seringkali
menjadi ancaman dalam pembuatan kebijakan negara.
Ø
Sosial dan Budaya
1. Berkembangnya budaya barat yang negatif
melalui televisi dan internet.
2. Memudarnya nilai-nilai keagamaan dalam
masyarakat.
3. Berkurangnya kecintaan dan apresiasi
masyarakat terhadap budaya daerah dan nasional.
4. Lahirnya gaya hidup individualistis
(mementingkan diri sendiri), pragmatis (keuntungan diri), hedonis (kenikmatan),
serta permisif (membolehkan hal yang dilarang), dan konsumtif.
5. Lunturnya kepedulian dan solidaritas
sosial, seperti orang cenderung membiarkan tindakan kejahatan.]
3). Sikap Warga Negara Terhadap
Pengaruh Globalisasi
Globalisasi
adalah sesuatu yang telah terjadi saat ini. Oleh karena itu, kita tidak mungkin
menolak atau lari dari globalisasi tersebut. Apabila dikaji lebih mendalam,
sebenarnya banyak nilai yang positif dalam globalisasi tersebut dan harus
diaplikasikan. Misalnya, kehadiran perusahaan Jepang di Indonesia ternyata
membawa nilai-nilai baik dari rakyat Jepang. Hal tersebut dikenal dengan budaya
Kaizen.
Budaya Kaizen
memandang bahwa cara hidup kita, baik dalam bekerja, kehidupan sosial, dan
kehidupan rumah tangga perlu disempurnakan setiap saat. Hal ini mengandung arti
bahwa kita harus selalu menyempurnakan hidup dan kehidupan kita. Gerakan Kaizen
yang diterapkan masyarakat Jepang dikenal dengan gerakan 5-S, yaitu:
1. Seiri, artinya membereskan;
2. Seiton, artinya menata;
3. Seiso, artinya membersihkan;
4. Seiketsu, artinya membiasakan;
5. Shitsuke, artinya disiplin.
Ajaran
“Kaizen” menyebabkan Jepang dapat menjadi bangsa yang unggul di dunia. Ajaran
tersebut dapat diterapkan menjadi sesuatu yang positif jika dilak sanakan oleh
masyarakat Indonesia. Keunggulan yang dimiliki oleh bangsa Barat dan pengaruh
negatif yang ditimbulkan globalisasi tidak perlu kita sikapi dengan perilaku
yang berlebihan. Justru, nilai positif dari globalisasi, seperti ilmu penge
tahuan dan teknologi, manajemen, pendidikan, cara kerja, pola pikir, dan
tanggung jawab perlu kita serap dalam kehidupan sehari-hari. Nilai positif
globalisasi ini dapat kita serap dan kita jadikan sebagai instrumen dalam
memacu keunggulan bangsa.
Nilai-nilai
budaya bangsa yang harus tetap dipertahankan dalam era globalisasi, di
antaranya beriman dan bertakwa, keseimbangan rasionalisme dan spirit ualisme,
nilai kesucian per kawinan dan keluarga, tradisi, moral, serta energi keagaman
yang penuh rahmat perlu dilaksanakan dalam kehidupan kita sehari-hari. Setelah
nilai-nilai tersebut dilaksanakan, maka kita sinergikan dengan nilai
globalisasi, seperti penghematan, iptek, pemerintahan yang bersih dan
berwibawa, demokrasi, tepat waktu, pelayanan yang lebih baik, meng hilangkan
nilai feodal, danrasional. Setelah nilai globalisasi terintegrasi (menyatu)
dengan nilai dasar budaya bangsa maka kita sebagai bangsa yang berdaulat
berkewajiban menumbuhkan rasa kebanggaan sebagai bangsa, yakni dengan cara
mendidik anak bangsa agar menjadi manusia Indonesia yang dilandasi oleh
nilainilai budaya bangsa dan memiliki kemampuan untuk ber kompetisi dalam dunia
global. Sikap positif lain yang perlu dikembangkan untuk bisa berperan di era
globalisasi adalah sebagai berikut:
1. Berkompetisi dalam kemajuan iptek;
2. Meningkatkan motif berprestasi;
3. Meningkatkan kualitas/mutu;
4. Selalu berorientasi ke masa depan.
Pancasila merupakan penyaring
terhadap peng aruh globalisasi. Kita sebagai warga negara Indonesia harus
memiliki sikap dan usaha untuk menghadapi pengaruh dari proses globalisasi, di
antaranya sebagai berikut.
1. Selalu berusaha untuk meningkatkan
keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai penyaring terhadap
pengaruh globalisasi yang bersifat negatif.
2. Selalu meningkatkan penghayatan dan
pengamalan kita terhadap Pancasila untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan
bangsa.
3. Selalu meningkatkan ilmu pengetahuan kita
agar dapat menilai mana yang dianggap baik dan benar terhadap pengaruh globa
lisasi.
4. Selalu meningkatkan pendidikan dan
keterampilan kita agar dapat menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu
bersaing dengan bangsa lain.
5. Selalu meningkatkan penguasaan kita
terhadap teknologi modern di segala bidang sehingga tidak tertinggal dan
bergantung pada bangsa lain.
6. Selalu mempertahankan dan melestarikan
budaya lokal tradisional agar tidak digantikan oleh budaya bangsa asing.
7. Selalu meningkatkan kualitas produk hasil
produksi dalam negeri sehingga dapat igunakan dan selalu dicintai oleh
masyarakat dalam negeri. Selain itu, produk hasil produksi dapat bersaing dan
dapat merebut pasar lokal serta internasional.
8. Selalu menumbuhkan sikap terbuka dan
tanggap terhadap pembaruan sehingga mampu menilai pengaruh yang dinilai baik
bagi pembangunan. Jadi sifat-sifat positif manusia modern sangat penting
dikembang kan dalam era globalisasi.
Berdasarkan
hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa globalisasi sebagai fenomena kontemporer
mustahil akan meniadakan pluralisme kebudayaan dan peradaban. Sebaliknya, dalam
perwujudan yang esktrim, globalisasi justru akan menjadi pembangkit
nasionalisme yang tumbuh karena kesadaran sebagai salah satu elemen budaya yang
khas. Dalam hubungan ini akan berlaku hukum “serangan balik”, yaitu bahwa
tarikan ke arah globalisasi yang ekstrim akan menimbulkan gerak balik ke arah
berla wanan, berupa reaksi penentangan yang cenderung menggejala sebagai akibat
dominasi pengaruh budaya asing terhadap budaya lokal.
0 komentar:
Posting Komentar