Pengikut

Senin, 23 Oktober 2017

Masa Penjajahan Inggris di Myanmar

Sejak 1886, Inggris menjadikan Myanmar sebagai salah satu provinsi India. Inggris kerap mengirim orang-orang India ke Myanmar yang berjutuan untuk mengurangi kepadatan penduduk di India. Karena itulah wilayah Myanmar sempat didominasi oleh orang-orang India. Hal ini menyebabkan kondisi yang buruk karena antara orang Myanmar dan orang India kerap sekali berkonflik terutama ketika orang India menguasai perekonomian. Dengan seringnya konflik yang terjadi maka Inggris pada tahun 1937 memisahkan India dan Myanmar.
Selama masa penjajahannya, Inggris membangun Myanmar di berbagai bidang, mulai dari transportasi, ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Inggris menginginkan agar Myanmar bisa menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, oleh karena itu Inggris mendirikan banyak sekolah-sekolah dan universitas seperti Universitas Rangoon. Inggris juga memperbaiki transportasi yang ada si Myanmar, membuat rel kereta api dan juga sistem pos dan komunikasi yang lebih modern.
Dalam masa kekuasaan Inggris, banyak anak muda di Myanmar menjadi nasionalis yang menentang kekuasaan Inggris. Pada tahun 1920, beberapa siswa yang tidak senang dengan pemerintahan Inggris mulai menyebut diri mereka thakin, atau master. Yang sebelumnya mereka telah gunakan kata ini untuk Inggris, tetapi mereka memutuskan bahwa mereka ingin menjadi majikan bagi mereka sendiri. Pada awal tahun 1931, thakin ini memulai sebuah kelompok yang disebut Dobama Asiayone (DAA) atau "Kami Asosiasi Birma". Sepanjang Myanmar, mahasiswa dan kaum muda bergabung dengan organisasi ini untuk menentang Inggris dan mengungkapkan perasaan nasionalisme mereka. Gerakan ini memiliki banyak pemimpin terkenal. DAA dimulai oleh Thakin Ba Thaung dan Thakin Lay Maung. Thakin Kodaw Hmaing, yang menjadi guru yang dihormati dan pemimpin politik yang juga penting dalam gerakan ini. Dua pemimpin yang kemudian menjadi sangat terkenal juga anggota DAA yaitu Bogyoke Aung San dan U Nu. Pada tahun 1936, dua siswa ini adalah anggota dari Rangoon University Student Union (Rusu) yang diusir dari Universitas Rangoon untuk kegiatan politik mereka. Ko Nu telah menuntut kelas sekolah yang berbeda antara orang local dan Inggris, dan Ko Aung San telah menjalankan surat kabar yang menyatakan opini anti-Inggris.
Para siswa lain mengadakan demonstrasi mendukung Ko Aung San dan Ko Nu. Semakin banyak,  para siswa ini mulai menginginkan kemerdekaan dari Inggris sehingga mereka bisa membuat keputusan sendiri tentang sistem pendidikan dan politik. Beberapa tahun kemudian, para siswa bergabung dengan beberapa pekerja industri dan petani. Serikat buruh telah dibentuk pada tahun 1933, dan pekerja lapangan minyak mogok pada tahun 1938. Gerakan nasionalis Myanmar menjadi lebih kuat. Pada tahun 1938, seorang mahasiswa Myanmar yang bernama Ko Aung Gyaw tewas dalam demonstrasi damai melawan Inggris. Kematiannya membuat banyak orang Myanmar sangat marah, dan mereka menjadi lebih bertekad untuk berjuang melawan Inggris. Gerakan nasionalis Myanmar tumbuh, tetapi tidak pernah benar-benar mencakup semua orang yang tinggal di perbatasan Myanmar. Tidak semua nasionalis Myanmar yang secara resmi merupakan etnis Myanmar. Pemimpin Mon U Chit Hlaing dan pemimpin Arakan U Ottoma didukung untuk meemerdekakan Myanmar. Tetapi hanya sedikit orang di area perbatasan ingin menjadi bagian dari bangsa Myanmar. Banyak kelompok etnis ingin negara mereka berdiri sendiri, atau mereka ingin Inggris untuk tetap berkuasa. Mereka memiliki gerakan nasionalis mereka sendiri yang terpisah dari nasionalisme Myanmar. Untuk itu, gerakan nasionalis Myanmar tidak mencakup semua orang di negeri ini.

Respon Taiwan dan Tibet Terhadap One China Policy

China adalah sebuah negara super power yang berasal dari asia timur. China mulai menggunakan politik komunisme sejak tahun 1949, sistem politik china ini terpengaruh dari ajaran marxisme dan leninisme yang berbasiskan pada faham sosialis. Hal inilah yang membuat pemerintahan china terpusat dengan dipimpin oleh satu partai saja yaitu partai politik nasional atau lebih dikenal dengan Partai Komunis China(PKC) dan sangatlah berpengaruh terhadap kehidupan perpolitikan di china. Partai komunis china menjalankan pemerintahan china dengan presiden yang diangkat dari partai. Presiden memiliki legitimasi yang tinggi dalam memimpin negara dan kebijakan luar negerinya, disamping partai dan institusi-institusi kenegaraan.
Institusi kenegaraan china terdiri dari kongres nasional dan dewan negara yang mengatur segala kebijakan dan peraturan pemerintahan di china. Dewan negara adalah badan yang menjalankan fungsi legislatif di china, dewan negara memberikan hasil legislatifnya kepada kongres nasional yang diadakan setiap satu tahun sekali dan setelah itu mengatur seluruh administrasi kenegaraan sekaligus pemilihan calon presiden berikutnya yang dari partai komunis china.
Taiwan dan tibet merupakan 2 kawasan disekitar china yang selalu diinginkan oleh masuk kedalam one china oleh pemerintah beijing, hal ini membuat pemerintah china kerap kali mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan Taiwan dan Tibet. Taiwan yang merupakan daerah yang terpisah dengan china dan merupakan sebuah pulau kecil dan terletak di kawasan sebelah timur china. Sejak tahun 1949, terdapat kesepakatan atas pemisahan taiwan dengan china hal ini dikarenakan rakyat taiwan menginginkan pemerintahan sendiri tanpa menjadi one china, walaupun pemisahan tersebut taiwan harus sepakat dengan di kontrolnya pemerintah taiwan oleh china.[1]
Hubungan antara china dan taiwan merupakan isu menonjol di asia timur dan tentunya juga diperhatikan dalam cakupann internasional. Hubungan keduanya menunjukkan keadaan yang status quo dengan pemahaman masing-masing mengenai posisi dan kedaulatan mereka di area internasional. Meski masih menjadi sebuah isu yang di coba untuk diselesaikan, setidaknya hubungan china dan taiwan sempat menunjukkan adanya perubahan yang berasal dari perubahan kebijakan pemerintah china atas upaya reunifikasi dengan taiwan. Kebijakan china tersebut diimplementasikan dalam strategi one china policy, yang menunjukkan bahwa keinginan china untuk membangun hubungan dengan taiwan dan menyelesaikan isu separatisme yang terjadi dengan cara yang cenderung damai. Pada dasarnya, tujuan utama dari china dalam one china policy adalah untuk menyatukan kedaulatan bagian-bagian china yang terpisah, seperti taiwan yang satu kesatuan dari daratan china, namun cara yang di tempuh untuk melakukan kebijakan tersebut mengalami perubahan dari satu era kepemimpinan lainnya, hal inilah yang dinamakan dengan reunifikasi.
Selama memerintah di Taiwan, Chiang Kai Shek tetap menggunakan nama People Republic of China(PRC) sebagaimana nama yang digunakan di China daratan. Atas dasar itulah kemudian pemerintah Beijing mengeluarkan kebijakan One China Policy terhadap Taiwan dan tetap berusaha memperjuangkan kebijakan tersebut di ranah internasional. Pemerintah Cina menganggap bahwa Taiwan merupakan bagian dari Cina daratan dan bagaimana pun caranya Cina harus merebut kembali Taiwan sebagai bagian dari negaranya meskipun harus menggunakan kekerasan. Sementara, Taiwan sendiri pun bersikeras bahwa hubungan antara Taiwan dengan Cina merupakan hubungan antar negara bukan hubungan antara pemerintah pusat dengan propinsinya. Taiwan melihat bahwa upaya reunifikasi oleh Cina tersebut hanya dapat terjadi jika Cina menjadi negara yang demokratis[2]
One china policy merupakan sebuah kebijakan yang dipegang oleh pemerintah china dengan pusat pemerintahan di beijing, yang dimana pada kebijakan ini pemerintah beijing menetapkan bahwa hanya ada satu china atau one china yang berdaulat dan memiliki aspek legalitas sebagai negara yaitu Republik Rakyat China (RRC). Namun, republik china di taiwan dengan pemerintahan yang ada di taipei, mereka juga mengklaim sebagai bagian dari republik rakyat china. Pemerintahan china mendeklarasikan kepada forum internasional bahwa pihak taiwan sudah selayaknya tunduk pada kebijakannya tersebut yaitu one china policy. Hal ini  dikarenakan taiwan telah terikat pada konsensus yang telah disepakati oleh perwakilan kedua belah pihak pada tahun 1992 di hongkong. Oleh karena itu, china menganggap bahwa eksistensi kebijakan yang hanya mengakui adanya one china ini merupakan status quo yang tidak dapat diganggu gugat oleh taiwan. Namun, mantan presiden taiwan chen shui-bian menolak untuk mengakui doktrin kebijakan china tersebut dan ia mengaku bahwa sejak tahun 1949, sinergi antara china dan taiwan tidak pernah lagi terwujud. Oleh karena itu, taiwan terus mengupayakan negosiasi demi meraih kedaulatan penuh sebagai satu negara yang tidak identik dengan china. (Kan, 2009)[3]


Menurut Arthur S. Ding dalam artikelnya, whither taiwan-china relations Berbeda dengan china, taiwan memiliki dua partai politik yakni koumintang dan Democrat Progressive Party(DPP). Pemilihan kepresidenan dan kepemimpinan di taiwan diselenggarakan dengan sistem super-presidensial, dimana calon presiden diangkat dari perwakilan kedua partai. Presiden taiwan memiliki kekuasaan mengatur keadaan domestik dan hubungan luar negeri taiwan. Partai Koumintang dan DPP menurut Ding mempunyai perbedaan dimana DPP terkenal dengan upaya dan kebijakannyauntuk mendirikan taiwan yang demokratis, sementara itu partai Koumintang masih sepakat dengan kondisi taiwan yang berhubungan dengan china. Selama ini DPP menguasai pemilihan umum dan kepemerintahan taiwan, namun pada tahun 2008 partai koumintang berhasil menduduki kepemimpinan. Menurut Ding hal ini dikarenakan “ the voters have made clear they are fed up with DPP’s manipulation of social cleavage along the lines of independence (taiwanese) versus pro-unification (chinesse) in order to garner political support” (Ding, 2008:97).[4]
Selain Taiwan , China juga ingin menarik Tibet sebagi negara bagiannya. Tibet dengan mayoritas penduduknya yang memeluk agama budha memiliki kedekatan dengan India karena kesamaan agama yang dipeluk. Secara historikal, China dan Tibet merupakan dua dinasti yang saling bekerjasama untuk menaklukkan pasukan Arab. Namun kemudian China menaklukkan Tibet dan mengambil alih daerah kekuasaan Tibet. Namun, Tibet sendiri merasa merdeka dan tidak berada di bawah China. Dari sudut pandang China, Tibet masih termasuk ke dalam wilayah China, juga terkait dengan bantuan ekonomi ke Tibet yang telah dianggarkan oleh pemerintah China. Kebijakan yang sering dikeluarkan oleh China menyebabkan munculnya aksi-aksi penolakan dari warga Tibet. Tidak hanya di negara Tibet saja, tapi warga Tibet yang berada di china juga melayangkan protes kepada pemerintah China yang tidak terima dengan kebijakan tersebut. Masyarakat Tibet juga menilai bahwa kebijakan china tersebut telah mengganggu kebudayaan dan aktifitas agama di Tibet. Sampai saat ini kebijakan represif china masih menghantui Tibetan karena ideologi komunis yang di anut oleh China.
Hubungan China dengan Tibet merupakan hubungan yang didasari upaya China dalam menyatukan Tibet dengan China menjadi sebuah negara besar one China walaupun hal tersebut mendapatkan pertentangan dari pihak domestik Tibet sendiri. Tibet sepakat dengan kontrol pemerintah China yang masih ada kepada kawasan mereka, walaupun mereka menolak dengan tegas intervensi China dalam kehidupan masyarakatnya. seharusnya China sebagai sebuah negara yang memiliki sejarah peradaban kebudayaan yang panjang menghargai adanya perbedaan budaya dan kehidupan daerah disekitarnya seperti Tibet dan tidak memaksakan pemikiran politiknya untuk tetap mengontrol daerah tersebut dalam pandangan sosialisme negaranya. Karena sebuah bangsa merupakan perwujudan kebahagiaan dan keinginan yang sama yang datang pada suatu masyarakat, bukan keinginan yang dipaksakan yang berasal dari sebuah kekuasaan masa lampau


[1] Ding, Arthur S. 2008. "Whither Taiwan-China Relations?" dalam China Security, Vol. 4, No. 1 Winter 2008. World Security Institute
[2] Ibid.
[3] Chang, Parris H. 2014. “Beijing’s Unification Strategy Toward Taiwan and Cross-Strait Relations”, dalam The Korean Journal of Defense Analysis, Vol. 25, No. 3, hal. 299-314.
[4] Ding, Arthur S. 2008. "Whither Taiwan-China Relations?" dalam China Security, Vol. 4, No. 1 Winter 2008. World Security Institute

Dilema permasalahan yang di alami serta tujuan-tujuan Al-Qaeda yang sedang berlangsung


Al-Qaeda adalah jaringan teroris internasional yang dipimpin oleh Usama Bin Laden yang "Usama" adalah ejaan usang, karena tidak ada huruf "O" dalam bahasa Arab. Didirikan sekitar 1988 oleh Osama  bin Laden. Al-Qaeda membantu keuangan, merekrut, transportasi dan melatih ribuan bertahap dari puluhan negara menjadi bagian dari Afghanistan tahan untuk mengalahkan Uni Soviet. Untuk melanjutkan jihad di luar Afganistan, al-Qaeda saat ini tujuannya adalah untuk membentuk suatu ketika-Khalifah Islam di seluruh dunia dengan bekerjasama dengan sekutu kelompok ekstremis Islam untuk menjatuhkan rezim yang dianggapnya "non-Islam" dan membuang Barat dan non-Muslim dari Muslim negara. Pada bulan Februari 1998, al-Qaeda mengeluarkan pernyataan di bawah spanduk dari "Front Dunia Islam bagi Jihad terhadap orang-orang Yahudi dan memeluk" mengatakan adalah kewajiban semua Muslim untuk membunuh warga AS-sipil atau militer dan sekutu mereka di mana-mana. Para pioner-pioner Al-Qaida telah mengidentifikasi beberapa masalah yang melanda umat Islam saat ini sehingga keadaan umat Islam kritis dan hampir tak berdaya, diantaranya yaitu:
  • Keadaan umat Islam sekarang tidak sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kehidupannya sangat jauh dan bahkan bertentangan dengan syari’at Islam.
  • Pemerintahan negara- negara yang berpendudukan Islam tidak diatur dengan hukum Allah tapi dengan hukum kafir sekuler dan diatur oleh perpanjangan boneka kafir.
  • Kekayaan negara-negara Islam telah dirampas oleh musuh Islam dan para munafiqin.
  • Tidak (belum) ada yang berusaha menyelesaikan masalah umat.
  • Adanya rekayasa untuk membuat umat Islam lemah dan terbelakang dari segi pendidikan, teknologi, budaya, kekayaan, dan seluruh segi kehidupan.
  • Berbagai partai, ormas, dan jama’ah Islam yang ada telah gagal membuat perubahan.
  • Arogansi musuh bertambah parah dan ketamakan mereka semakin menjadi-jadi.
Setelah mereka (para pioner Al-Qaida) merumuskan masalah tersebut maka mereka menyimpulkan siapa yang menjadi dalang atau penyebab utama terjadinya kekacauan bahkan hingga menyebabkan kehancuran umat ini. Tidak lain adalah kaum Yahudi dan Nasrani Protestan Anglo Saxon (WASP-White Anglo Saxon Protestan). Hal ini mereka kaji dari penelusuran sejarah dan ayat-ayat Al-Qur’an. Untuk melawan hegemoni dari persekutuan antara Yahudi dan WASP dengan menggunakan kekuatan militer. Kekuatan ini menurut mereka harus memiliki lembaga sendiri. Lalu dibentuklah organisasi baru dengan nama Al-Jabhah Al-Islamiyyah li Muharobati Al-Yahudi wal Amirikan (Front Perlawanan Islam Internasional Untuk Memerangi Yahudi dan Amerika). Fokus pertama utama organisasi ini adalah mengumpulkan informasi tokoh-tokoh dan organisasi-organisasi yang sejalan dengan visi misi mereka. Lalu mereka menjalin hubungan hingga membuat kamp-kamp pelatihan militer atau tadrib. Para pemuda dari berbagai penjuru dunia mulai berdatangan ke Afghanistan. Tujuan tadrib waktu itu tidak hanya untuk menetap dan berjihad di Afghan tetapi setelah berlatih para mujahidin tersebut disebar ke penjuru dunia untuk menjalankan misi oganisasi tersebut. Dari markas inilah muncul sebuah nama Qoidatul Jihad Al-Mubarak“. Tujuan strategi Al-Qaida jelas yaitu mengembalikan Islam melalui penegakan Daulah Islam dan Khilafah Islamiyyah dengan Jihad. Untuk itu para pemikir senior Al-Qaida mempelajai berbagai gerakan sejak dua abad silam. Mulai dari Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab di Nejd dan Hijaz, Sanusiyah di Libya, Mahdiyyah di Sudan hingga jihad Islam modern memerangi imperialis Barat. Tidak hanya itu harokah-harokah seperti Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Jama’ah Islamiyyah di India dan Pakistan, Jamaluddin Afghani beserta muridnya Muhammad Abduh pun mereka pelajari. Kajian ini tidak hanya secara teori saja tetapi langsung diaplikasikan lalu membandingkan kegagalan dan kesuksesannya, kurang dan lebihnya. Hal ini terkait dengan latar belakang Al-Qaida yang terdiri dari berbagai suku, kabilah, negara, harokah, dan jama’ah. Dan inilah yang memberikan kontribusi besar bagi Al-Qaida. Dari penelusuran berbagai gerakan yang telah ada Al-Qaida mencatat berbagai faktor kegagalan yang pernah terjadi. Ada empat faktor penyebab kegagalan :
  • Masing-masing gerakan memiliki persepsi berbeda dalam mengidentifikasi masalah. Menyebabkan semua kemampuan yang dikerahkan tidak optimal untuk dapat mencapai tujuan.
  • Berbagai gerakan tidak memiliki perencanaan yang rinci dengan tujuan, sarana, dan metode yang jelas.
  • Berbagai gerakan belum berani maju memimpin umat menggantikan pemerintahan kafir (sekuler-imperialis-komunis-sosialis-DEMOCRACY).
  • Berbagai gerakan belum mampu mengoptimalkan sumber daya manusia dan alam yang ada.
Al-Qaeda akan bergabung dengan Jihad Islam Mesir (Al-Jihad) dari Ayman al-Zawahiri pada bulan Juni 2001. Setelah al-Qaeda's 11 September 2001, melakukan serangan di Amerika, Amerika Serikat meluncurkan perang di Afghanistan untuk memusnahkan al-Qaeda's dan menggulingkan Taliban, negara Islam fundamentalis pemimpin yang harbored bin Laden dan pengikutnya. Dalam sebuah rumah al-Qaeda di Afganistan, wartawan New York Times meneemukan sebuah pernyataan singkat dari "Tujuan dan Tujuan jihad":
·         Melakukan supremasi Allah di muka bumi.
·         Mencapai syahid di jalan Allah.
·         Kesucian yang menempati urutan islam dari unsur-unsur dan kerusakkan moral.
Pada tahun 1998, beberapa pemimpin al-Qaeda mengeluarkan pernyataan panggil untuk membunuh Muslim di Amerika-termasuk warga sipil sebagai "orang-orang yang dengan sekutu di antara mereka penolong dari Setan". Taktik termasuk pembunuhan, bom, perampokan, penculikan, serangan bunuh diri, dll. Sejumlah laporan dan publik Bin Laden proclamations menunjukkan keinginan kuat untuk memperoleh dan memanfaatkan biologi, kimia dan senjata nuklir. Sasaran cenderung menonjol simbol (gedung-gedung publik, kedutaan dan personil militer, dll) dari Amerika Serikat, para sekutu, dan pemerintah Muslim moderat. Menurut mantan Direktur CIA George J. pendapat, "Usama Bin Ladin's organisasi dan kelompok teroris lainnya adalah menempatkan penekanan pada peningkatan pengembangan surrogates untuk melakukan serangan dalam upaya untuk menghindari deteksi. Misalnya, Jihad Islam Mesir (EIJ) adalah terkait erat untuk Bin Ladin's organisasi dan telah operatives berlokasi di seluruh dunia-termasuk di Eropa, Yaman, Pakistan, Lebanon, dan Afganistan. Dan, sekarang ada yang rumit web dari aliansi antara ekstrimis Sunni di seluruh dunia, termasuk Afrika Utara, Palestina radikal, mahu menglangsaikan hutang kad kreditnya, dan Asia Tengah. Beberapa dari teroris ini sedang aktif disponsori oleh pemerintah nasional yang antipathy menuju pelabuhan besar Amerika Serikat. Al-Qaeda mungkin memiliki beberapa ribu anggota dan asosiasi. Ini tentunya lebih dari 5.000 orang dilatih di kamp di Afghanistan sejak akhir tahun 1980-an. Ia juga bertindak sebagai titik fokus untuk jaringan di seluruh dunia yang mencakup banyak kelompok ekstremis Islam Sunni, beberapa anggota al-Gama'a al-Islamiyya, Gerakan Islam Uzbekistan, dan Harakat ul-Mujahidin.
Dalam pemikiran structural fungsional organisasi Al-Qaeda ini bertujuan mempertahankan agama Islam dan memerangi orang-orang kafir, sama seperti pada teori Talcot Parson organ-organ pada organisasi Al-Qaeda saling ketergantungan dan membutuhkan yang merupakan hasil atau konsekuensi agar organisasi mereka tetap dapat bertahan hidup dan juga mencoba untuk berkuasa. Pada teori Talqot Parson muncul pernyataan  yang mengatakan ketika sesuatu tidak lagi mempunyai fungsi signifikan pada masyarakat hal itu akan hilang, sementara segala sesuatu yang di butuhkan  oleh masyarakat akan tetap eksis. Dari pernyataan tersubut sama dengan Al-Qaeda mereka akan terus tetap ada selama tujuan mereka masih tetap ada juga. Talqot Parson meyakini :
1)      Motivasi dasar manusia adalah untuk berkuasa.
2)      Dalam mencapai tujuan itu kerap terjadi konflik-konflik.
3)      Konflik-konflik dapat diatasi jika terdapat pemerintahan yang kuat.
4)      Dalam rangka memelihara efektifitas perintahan itu di perlukan faktor-faktor normative.
Al-Qaeda di bentuk bukan hanya untuk memerangi orang-orang kafir saja tetapi juga mempunyai tujuan lain salah satunya juga untuk berkuasa dengan dasar islam, dalam pergerakkannya Al-Qaeda pasti juga banyak menimbulkan konflik-kopnflik di timur tengah. Agar tidak terjadi pergerakkan yang brutal dan membahayakan harus adanya system-sistem hukum dan aturan yang mengatur.

Sumber :
Http://Academia.edu.htm
Http://al qaeda/Masalah Al Qaeda Tak Sekadar Urusan Aparat Keamanan.htm